Satu Data Terpadu untuk Mengejar Ketertinggalan
  18 Februari 2018
Satu Data Terpadu untuk Mengejar Ketertinggalan
Pemanfaatan data terpadu kemiskinan ke dalam perencanaan daerah. (Foto: Dok. Sektor Publik)

Kabul, seorang buruh tani berusia 32 tahun tinggal di Desa Kemuning, Pacitan, sebelumnya hanya mengandalkan penghasilan sekitar Rp 300 ribu per bulan. Dengan bantuan modal Rp 4 juta di tahun 2016 dari Pemerintah Kabupaten Pacitan, kini dia punya pemasukan lain dari usaha tempe.

Bantuan digunakan membeli panci, kompor, dan mesin pembuat tempe. Kini dalam sebulan dia bisa mendapatkan hasil bersih Rp 1,5 juta. Informasi ini disampaikan minggu lalu saat tim kabupaten turun langsung melakukan kunjungan kepada sejumlah penerima manfaat bantuan.

Ada lebih dari 20 ribu warga yang menerima bantuan dari program penanggulangan kemiskinan yang diberi nama Grindulu Mapan, juga dalam bentuk bea siswa untuk siswa miskin, dan iuran BPJS Kesehatan. Hal ini dimungkinkan dengan menggunakan BDT sebagai lampiran dalam pembuatan Rencana Kerja Anggaran (RKA) yang kemudian setelah disahkan menjadi Dokumen Pelaksanaan Anggaran (DPA) masing-masing satuan kerja.

Hasilnya cukup terasa, kemiskinan di Pacitan turun 1,26% menjadi 15,42% di tahun 2017. Sudah dua tahun sejak Presiden Joko Widodo menegaskan pentingnya penggunaan satu data dalam pembangunan. Pada April 2016, “Dari sejak saya masuk Istana sampai sekarang kalau misalnya saya ingin data kemiskinan, Kemenkes ada, Kemensos ada, BPS ada, datanya berbeda-beda. Ini yang mulai sekarang, saya nggak mau lagi. Urusan data pegangannya hanya satu sekarang di BPS”.

Sejauh manakah data BPS ini memang benar-benar digunakan oleh lintas lembaga pemerintah? Pertama, dalam menentukan jumlah rumah tangga miskin, bekerja sama dengan TNP2K dan Kementerian Sosial. Dimulai oleh BPS yang melakukan Penelitian Sosial Ekonomi (PSE) tahun 2005, kemudian terus diperbaharui menjadi Basis Data Terpadu (BDT) Rumah Tangga Miskin.

BDT yang belakangan berganti menjadi Data Terpadu Fakir Miskin, merupakan data mikro yang diperoleh melalui sensus untuk memperoleh data berdasarkan nama dan alamat dari 40% penduduk dengan kesejahteraan paling rendah.

Contohnya jika dalam tahun 2019 garis kemiskinan 11,9%, artinya seluruh rumah tangga pada desil 1, atau 10% masuk kelompok rumah tangga sangat miskin dan miskin. Sementara sebagian desil 2, atau 20% masuk ke dalam kelompok rumah tangga hampir miskin. Data terpadu ini mempunyai manfaat bagi pemerintah di nasional maupun di sub-nasional.

Terutama akan lebih akurat dalam menyasar penerima bantuan, mulai Program Keluarga Harapan, beras untuk masyarakat miskin, peserta bantuan iur (PBI) BPJS Kesehatan, hingga bantuan khusus dari pemerintah kabupaten / kota, semisal bea siswa bagi siswa miskin atau modal kerja usaha mikro, sebagaimana pengalaman Pacitan tadi. Namun perlu penjajakan lebih lanjut berapa banyak kabupaten / kota yang telah memanfaatkan data terpadu ini untuk program kerja menanggulangi kemiskinan.

Kedua, dalam skema Dana Insentif Daerah (DID) yang dikembangkan oleh Kementerian Keuangan. Menteri Keuangan Sri Mulyani berkepentingan agar dana yang dialokasikan ke daerah benar-benar efisien dan mencapai tujuan yang diharapkan. Khususnya dalam mencapai indikator kesejahteraan dan pelayanan dasar publik, selain ada pertimbangan kesehatan keuangan daerah, yaitu status Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) dan waktu pengesahan APBD harus tepat waktu.

BPS dalam hal ini berperan menyuplai data pelayanan dasar publik, yaitu pendidikan, termasuk Angka Partisipasi Sekolah, Angka Rata-Rata Lama Sekolah, dan Angka Harapan Lama Sekolah. Kesehatan, salah satunya persentase persalinan ditolong tenaga kesehatan. Infrastruktur pelayanan publik, di antaranya persentase rumah tangga menggunakan sumber air minum layak.

Sebagai skema insentif, diharapkan daerah juga tertarik untuk memperbaiki indikator-indikator tersebut, sehingga mengejar ketertinggalan dari daerah yang sudah maju. Tentunya dengan memenuhi rumus yang sudah ditentukan Kementerian Keuangan sehingga mendapatkan dana tambahan berupa DID.