“KemenPAN-RB dan Kemkominfo Harus Menerapkan 2 M dalam Transformasi Digital”
  28 September 2022
“KemenPAN-RB dan Kemkominfo Harus Menerapkan 2 M dalam Transformasi Digital”

Amanat transformasi digital e-government sudah dituangkan di dalam Peraturan Presiden (Perpres) nomor 95 tahun 2018 tentang Sistem Pemerintahan Berbasis Elektronik (SPBE). Di sisi lain Sewon Digital menilai Kemkominfo dan KemenPAN-RB masih sangat lambat dalam menerapkan transformasi digital e-government. Padahal Hal ini disebabkan kedua kementerian ini belum menjalankan amanat SPBE yang mendasar yaitu pertama mengembangkan rencana induk SPBE yang melingkupi nasional dan pemerintah daerah. Kedua, Kementerian Kominfo belum melakukan audit terhadap ribuan platform dan aplikasi yang sudah dikembangkan oleh Kementerian/Lembaga dan pemerintah daerah.

Juru bicara Sewon Digital Ardianto Wibisono menyampaikan, “Sejauh ini KemenPAN-RB memang telah menerbitkan indeks SPBE dengan sejumlah indikator kebijakan, tata Kelola, layanan, hingga kelembagaan.” Selain itu, Kemkominfo juga pada tahun 2021 baru sebatas ada 10 prioritas untuk percepatan Indonesia Digital. Yaitu sektor transportasi dan pariwisata, perdagangan, jasa keuangan, pendidikan, kesehatan, perindustrian, dan pemerintahan.

 Wibisono, praktisi teknologi informasi yang tinggal di Belanda menyebut kedua hal ini masih jauh dari cukup, mengingat sejak 2018 ada banyak pemerintah daerah serta Kementerian / Lembaga yang sudah terlanjur menyusun rencana induk sendiri, bahkan mengembangkan ribuan platform dan aplikasi.

 Terakhir, Kementerian Kesehatan melembagakan Digital Transformation Office (DTO) dan meluncurkan SatuSehat - Indonesia Health Services (IHS) sebagai agenda transformasi berbasis satu data. Hal ini dilakukan untuk merespon kebutuhan digitalisasi pada seluruh pelayanan Kesehatan termasuk di Puskesmas, SDM Kesehatan rumah sakit hingga bioteknologi.

 

2M, Modalitas dan Moratorium

Perkumpulan Sewon Digital merupakan forum diskusi kebijakan dengan tema transformasi digital yang melibatkan praktisi dan professional dari  pemerintahan, swasta, akademisi, dan organisasi non-pfofit.

Salah satu anggota Sewon Digital, DR. dr. Herbert Situmorang menyampaikan, “Peta jalan memang sudah disusun, namun tentunya masih harus menginventarisir modalitas yang sudah dipunyai.” Herbert yang juga mengajar di FK UI menyebut banyak fasilitas kesehatan milik pemerintah sudah punya aplikasi yang sederhana untuk antrian, pengantaran obat, pemantauan Kesehatan oleh tenaga kesehatan, hingga tele-medicine. Hal serupa juga terjadi di sektor selain Kesehatan, di mana aplikasi berbasis web hingga android sudah dimliki pemerintah.

 Lebih lanjut Wibisono memberikan saran teknis. Menuju SatuSehat, DTO perlu mencermati mana platform dan aplikasi yang dapat diintegrasikan dengan IHS dan mana yang terpaksa harus didrop. Kriteria platform lokal yang dapat diintegrasikan (interoperable) perlu dipertimbangkan untuk tetap dipertahankan, mengacu interoperabilitas merupakan salah satu prinsip di dalam Perpres 95 tahun 2018.  

 Dalam hal interoperabilitas, sejatinya kita juga telah memiliki Aplikasi Peduli Lindungi yang telah menghubungkan NIK, BPJS Kesehatan, dan pelacakan riwayat Kesehatan Covid-19. Paralel dengan hal ini, Kemdikbudristek telah menambahkan Dapodik sebagai core data dengan rapor pendidikan dan Platform Merdeka Mengajar. Kemdagri dan Kemenkeu di sisi lain juga sedang menjajaki untuk pengintegrasian data, dan menggunakan NIK sebagai pengganti NPWP.

Dengan perkembangan di banyak instansi pemerintah tadi, maka peran Kemkoinfo dan KemenPAN-RB diperlukan untuk mengatur SPBE sebagai orkestra implementasi kebijakan transformasi digital di sektor publik. “Belajar dari pengalaman banyak negara dengan kompleksitas tinggi seperti di Amerika Serikat dan RRC, sentralistik di satu sisi diperlukan dengan keberadaan satu-satunya lembaga yang berwenang mengeluarkan platform dan aplikasi.” Namun tambahnya, dalam konteks Indonesia di mana pemerintah daerah terlanjut punya ribuan aplikasi, maka peran audit dan sertifikasi menjadi relevan untuk dilakukan.

Kedua, yang mendesak dibutuhkan ialah mengatur moratorium pengembangan aplikasi oleh pemerintahan di pusat dan daerah. Hal ini diperlukan sampai rencana induk desain arsitektur dan peta jalan selesai dibuat. Sertifikasi dan audit juga harus segera dilakukan untuk mengidentifikasi kelayakan aplikasi yang sudah ada. Khususnya untuk melihat standard data, pemanfaatan core data, keamanan, dan interoperabilitas, menyesuaikan dengan regulasi tentang satu data yaitu Perpres 39 tahun 2019. Khusus keamanan data ini harus menjadi perhatian khusus, mengingat data BPJS Kesehatan dan e-Hac selama pandemi mengalami beberapa kali kebocoran dan diperjualbelikan di beberapa forum dunia maya.

 

 

 


Terkait